Sabtu, 15 Agustus 2020

Belajar Tatap Muka di Zona Kuning, Ini Kata Federasi Guru

 

 
[KBR|Warita Desa] Jakarta | Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) khawatir dengan rencana pembukaan sekolah tatap muka di kawasan zona kuning covid-19 sesuai SKB 4 menteri yang baru. Pembukaan sekolah tersebut dinilai dapat memunculkan risiko klaster baru di sekolah. Wakil Sekjen FSGI Satriwan Salim menyebut, dari hasil survei yang telah dilakukan FSGI  salah satu kesimpulannya menggambarkan mayoritas sekolah belum siap dibuka kembali.

Kata dia  55,1 persen sekolah belum siap dengan kenormalan baru  dalam pembelajaran.

"Kami menyayangkan karena ini berpotensi  mengancam kesehatan dan keselamatan anak-anak kita termasuk guru dan orang tua. Karena warga sekolah itu banyak sekali walaupun setengah. Kan aturannya hanya 50% tatap muka. Nah warga sekolah itu sehari itu bisa ini sampai 1000 atau lebih. Setengahnya kan 500 orang tuh. Bayangkan kalau satu anak atau guru positif itu bisa menularkan ke yang lain. Itu yang kami khawatirkan,  sekolah belum siap. Walaupun 50% tadi kami melihat sekolah belum siap untuk menerapkan protokol kesehatan. Ini bagi ini kami berpotensi mengancam jiwa anak. Bagi FSGI anak yang bisa belajar itu ya anak yang sehat dan hidup. Artinya kalau dia sekolah tapi  kesehatan dan kehidupannya terancam bagaimana? Maka kami merekomendasikan agar PJJ (pembelajaran jarak jauh) diperpanjang tapi dengan perbaikan-perbaikan," kata Satriawan kepada KBR (12/8/20).

Berikut wawancara lengkap KBR dengan Wakil Sekjen FSGI Satriwan Salim .

Apa yang alasan saat ini lebih baik untuk tetap pembelajaran jarak jauh ketimbang tatap muka?

"Karena sebenarnya sekolah-sekolah belum siap untuk menghadirkan protokol kesehatan. Itu di survei kami bulan lalu 55 persen sekolah belum siap. Kendalanya banyak ada anggaran, kendala sarana prasarana dan seterusnya. Sekarang kan SKB 4 menteri itu memberikan bola memberikan otoritas penuh kepada sekolah dan orangtua dan Pemda. Nah bagi kami implikasinya nanti tiap daerah akan beda-beda. Khususnya daerah yang kuning yang 163 kota Kabupaten. Nah kalau pemdanya memang lebih mementingkan kesehatan keselamatan nyawa anak, guru ya tidak usah dibuka. Kan selama ini saja sudah beberapa puluh guru kan. Yang tebaru   di Kalimantan Timur  28 guru positif covid, kemudian di Kalimantan Barat, kemudian terbaru di Surabaya di Kota Surabaya ketika guru ikut test swab 4 guru. Belum lagi siswanya. Belum lagi pesantren-pesantren."

Apa rekomendasi untuk pemerintah untuk pembelajaran di masa pandemi?

"Walaupun PJJ kan selama ini banyak kendala teknis khususnya PJJ yang luring  luar jaringan yang tidak ada internet, tidak ada listrik tidak ada gawai anak-anaknya. Guru berkunjung ke rumah. Memang enggak optimal tetapi rasanya opsi memperpanjang PJJ walaupun tidak optimal itu lebih aman bagi kesehatan dan keselamatan anak. Ketimbang  masuk sekolah  walaupun 50% tadi."

Satriwan melanjutkan, "memperpanjang PJJ dengan perbaikan tentu di sini harus usahanya dari lintas kementerian dan lembaga dengan pemda. Setidaknya ada 6 atau lima Kementerian yang terkait. Kementerian pendidikan leading sector, Kementerian agama, Kementerian Desa. Karena desa bisa ditambah atau komputernya ada untuk melayani anak kita yang tidak punya  gawai, tidak punya internet atau wifi, bisa belajar di kantor desa. Itu afirmasi dari Kementerian Desa bahwa Dana Desa seharusnya bisa dipakai untuk pelajaran jarak jauh. Kementerian BUMN mempush BUMN terkait bidang telekomunikasi telepon misalnya untuk membangun BTS agar luasan jaringan internet  makin dinikmati oleh anak-anak kita. Jadi sekarang orientasinya mengabdi kepada anak-anak negeri  bukan mencari untung atau laba semata."

Dia melanjutkan, "dalam Filosofi pendidikan Ki Hajar Dewantara yang disebut dengan Tri Pusat Pendidikan itu kan pertamanya di rumah, yang kedua baru sekolah atau perguruan, terakhir oleh masyarakat. Jadi ada andil besar  dari orangtua sebenarnya dalam melakukan pendampingan pendidikan selama pandemi ini."

Sebelumnya, Juni lalu FSGI melakukan survei nasional, dengan 1.656 responden guru/kepala sekolah/
manajemen sekolah. Responden tersebar di 34 provinsi dan 245 kota/kabupaten di seluruh Indonesia. Ssalah satu kesimpulan dari survei ini menggambarkan mayoritas sekolah belum siap dibuka kembali. Dalam survei itu responden menjawab kendala yang paling berat untuk disiapkan atau dilakukan oleh sekolah jika sekolah dibuka kembali adalah terkait Kesiapan sarana-prasarana atau infrastruktur sekolah yang mendukung kenormalan baru (53,4%). Adanya Protokol Kesehatan (49,2%); dan Kesiapan anggaran (47%).

Wasekjen FSGI Satriwan Salim memaparkan, mayoritas sekolah sebanyak 55,1% menjawab Sekolah belum memenuhi semua kebutuhan pokok yang dibutuhkan dalam menghadapi kenormalan baru. Artinya walaupun itu di zona hijau, belum siap untuk dibuka kembali.

Mengenai waktu yang tepat membuka sekolah kembali menjawab,  Mayoritas sekolah sebanyak 55,1% menjawab Membuka sekolah jika kondisi sudah normal kembali, kapanpun waktunya. Sedangkan yang memilih sekolah dibuka di zona hijau bulan juli tahun ajaran baru adalah , sebanyak 20,8% Dan ketiga 16,2%: Membuka sekolah di awal semester genap (Januari 2021).

Oleh : Astri Septiani
Editor: Rony Sitanggang
Redaktur : Abdul Kadir

Sumber : Belajar Tatap Muka di Zona Kuning, Ini Kata Federasi Guru
Baca juga : Ini Syarat Sekolah Berlakukan Pembelajaran Tatap Muka di Wilayah Zona Hijau

Jumat, 07 Agustus 2020

BLT Pekerja, Kemenkeu Finalisasi Aturan Pembayaran

 

 
[KBR|Warita Desa] Jakarta | Kementerian Keuangan tengah menuntaskan  rencana penyaluran insentif berupa bantuan langsung tunai atau BLT kepada pekerja berpenghasilan di bawah Rp 5 juta per bulan. Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan (BKF Kemenkeu) Febrio Nathan Kacaribu menyebut, insentif yang akan diberikan sebesar Rp 2,4 juta per orang.

Febrio menjamin bahwa pemerintah akan memformulasikan skema terbaik, agar penyalurannya cepat dan tepat sasaran.

"Besarannya berapa kurang lebih kalau untuk tenaga kerja itu ya sekitar 2,4 juta per orang. Apakah nanti dibayar sekali atau berapa kali pembayaran, itu sedang kami finalisasi. Terutama di Satgas PEN Pak BGS (Budi Gunadi Sadikin),   kita komunikasi intens, bagaimana skemanya yang paling pas dan paling cepat. Kata kuncinya sekarang itu kecepatan, karena kalau nanti bisa mengejar berapa juta orang. Ini bukan masalah besarannya, tapi bagaimana uangnya sampai ke kantong penerima, ini yang sedang kita pikirkan bagaimana caranya seefisien mungkin," ujar Febrio Nathan Kacaribu saat webinar di Kanal BKF Kemenkeu, Kamis (6/8/2020)

Febrio mengatakan saat ini pemerintah masih mengkaji metode penyaluran yang pas, bersama  Satuan Tugas Pemulihan dan Transformasi Ekonomi Nasional yang dikomandoi oleh Budi Gunadi Sadikin. Bersama Satgas Ekonomi, kata Febrio, Kementerian Keuangan akan menyusun secara efisien.

Febrio menambahkan, saat ini jumlah pekerja yang akan menerima BLT tersebut masih akan terus digodok dan dikumpulkan, lantaran belum adanya data valid penerima bantuan tersebut. Ia memastikan, penyaluran bantuan dengan tata kelola yang baik dan dapat dipertanggungjawabkan, akan menjadi prioritas utama bagi pemerintah.

"Kita tidak punya data, datanya itu dikumpulin semua dipastikan kalau ini lengkap dan bisa dipertanggungjawabkan. Karena tantangan yang cukup besar bagi pemerintah di masalah krisis seperti sekarang adalah kita itu ingin memberikan support langsung ke masyarakat, dan masyarakat yang ingin kita bantu ini jutaan orang, tapi bagaimana kita bisa melakukannya dengan tata kelola yang baik. Sehingga kalau ada pemeriksaan dari BPK dan sebagainya, ini sistemnya siap diaudit," tutur Febrio.

Dia melanjutkan, "Harapannya kita bisa memberikan solusi yang pas dan cepat, jadi kata kuncinya bagaimana uangnya cepat sampai di kantong masyarakat.  Khususnya kan mungkin lihat Q2 kemarin sampai bulan Juni, itu memang persis yang kita bayangkan bahwa pertumbuhan ekonomi itu paling dalam di Q2 dan terbukti. Walaupun sedikit lebih buruk daripada yang kita antisipasi. Yang ingin kita pastikan, Q3 benar-benar bisa pulih, ya relatif signifikan dibandingkan minus 5,3 kemarin," tambahnya.

Sebelumnya, Ketua Pelaksana Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional, Erick Thohir, memastikan bahwa pemerintah akan memberikan bantuan gaji tambahan kepada pekerja dengan pendapatan tertentu dalam bentuk Bantuan Langsung Tunai. Bantuan tersebut adalah bagian dari stimulus Pemulihan Ekonomi Nasional dalam menanggulangi dampak Covid-19.

Oleh : Rezky Novianto
Editor: Rony Sitanggang
Redaktur : Abdul Kadir

 Sumber : BLT Pekerja, Kemenkeu Finalisasi Aturan Pembayaran

Baca juga : PROTOKOL NORMAL BARU BAGI PEMERINTAHAN DESA DAN WARGA DESA

Minggu, 26 Juli 2020

Panduan Instalasi Open SID (Sistem Informasi Desa) Bagi Pemula

Panduan Instalasi Open SID (Sistem Informasi Desa) Bagi Pemula
OpenSID (https://github.com/OpenSID/OpenSID) adalah Sistem Informasi Desa (SID) yang sengaja dibuat supaya terbuka dan dapat dikembangkan bersama-sama oleh komunitas peduli SID.
SID diharapkan dapat membantu pemerintah desa dalam beberapa hal berikut:
  • kantor desa lebih efisien dan efektif
  • pemerintah desa lebih transparan dan akuntabel
  • layanan publik lebih baik
  • warga mendapat akses lebih baik pada informasi desa
OpenSID diharapkan dapat turut membantu agar ke semua 74ribu+ desa di Indonesia dapat menerapkan sistem informasi untuk memajukan desanya.
Strategi pengembangan OpenSID adalah untuk:
  • memudahkan pengguna untuk mendapatkan SID secara bebas, tanpa proses birokrasi
  • memudahkan pengguna menyerap rilis SID baru
  • memungkinkan pegiat SID untuk membuat kontribusi langsung pada source code aplikasi SID

PERSIAPAN:

Unduh file instalasi setup_opensid_20.06.exe di https://s.id/OpenSID_20-06

INSTALASI:

  • Jalankan file instalasi setup_opensid_20.06.exe yang sudah terunduh di komputer anda dengan cara klik
  • Program instalasi akan terbuka silahkan baca Persetujuan Lisensi, pilih “ya, saya setuju” untuk melanjutkan
  • Beri tanda check pada “Buat jalan pintas di Desktop” jika anda ingin menambahkan pintasan di Desktop dan klik tombol “Lanjut”
  • Untuk melanjutkan pemasangan klik tombol “Pasang”
  • Proses instalasi akan berjalan, OpenSID akan terpasang di C:\OpenSID silahkan tunggu hingga progres 100%.
  • Instalasi akan membuka Command Prompt untuk memasang dan menjalankan service Apache silahkan tekan sembarang tombol pada keyboard setelah muncul “The Apache service was started successfully”. Tidak perlu khawatir
jika terdapat error karena pernah memasang Apache anda tetap dapat terus melanjutkan. Dan jika muncul Windows Difender, klik Allow Access untuk melanjutkan.
  • Instalasi akan akan membuka Command Prompt untuk memasang dan menjalankan service MySql silahkan tekan sembarang tombol pada keyboard setelah muncul “The mysql service was started successfully”. Tidak perlu khawatir jika terdapat kalimat “The service already exist!” (service telah tersedia) karena pernah memasang MySql anda tetap dapat terus
  • Instalasi selesai silahkan klik tombol selesai dan anda akan menemukan Shortcut/Icon OpenSID di Desktop, klik ganda untuk
  • Untuk menuju Aplikasi Sistem Informasi Desa (SID) silahkan ketik alamat http://localhost/index.php/siteman pada browse Anda.
  • Halaman login akan terbuka silahkan gunakan username: admin dan password: sid304 dilanjutkan klik tombol “Login”
  • Halaman Sistem Informasi Desa akan terbuka, silahkan ubah password jika muncul notifikasi peringatan keamanan akun. OpenSID siap digunakan silahkan lakukan penyesuaian dimulai dengan “Info Desa”.
 



Posted by Ariandi R. Kahfi

Tema dan Logo Peringatan HUT ke-75 Kemerdekaan Republik Indonesia Tahun 2020

Tema dan Logo Peringatan HUT ke-75 Kemerdekaan Republik Indonesia Tahun 2020

  

Dalam rangkaian kegiatan peringatan HUT ke-75 Kemerdekaan Republik Indonesia, Kementerian Sekretariat Negara secara resmi telah meluncurkan tema dan logo Peringatan Hari Ulang Tahun ke-75 Kemerdekaan Republik Indonesia Tahun 2020. Tema dan logo tersebut diluncurkan jauh-jauh hari, yaitu terhitung sejak Rabu, 15 Januari 2020.

Tema yang diangkat pada peringatan HUT ke-75 Kemerdekaan RI Tahun 2020 adalah Indonesia Maju, seperti yang dicita-citakan periode kedua Presiden Jokowi.

Pembuatan Logo Hut RI ke 75 memiliki relevansi dengan tujuan di periode yang baru ini yaitu, pembangunan infrastruktur, pembangunan sumber daya manusia, penciptaan lapangan kerja, serta pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. Guna menciptakan kesatuan bagi seluruh rakyat Indonesia dan juga sebagai pondasi bagi negara untuk bisa menghadapi persaingan global

Tema Besar
Indonesia Maju adalah sebuah representasi dari Pancasila sebagai pedoman dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Sebuah simbolisasi dari Indonesia yang mampu untuk memperkokoh kedaulatan, persatuan dan kesatuan Indonesia.  Makna kemerdekaan saat ini bukan hanya sebagai kata, kemerdekaan adalah kesempatan. Kesempatan untuk bermimpi hingga jadi nyata dan kesempatan untuk berkarya tanpa batas. Sekarang saatnya kita fokus kepada hal yang benar-benar penting dalam menyatukan keberagaman melalui kolaborasi untuk memperkenalkan jati diri bangsa Indonesia.Makna Logo

Terinspirasi dari simbol perisai di dalam lambang Garuda Pancasila. Logo ini menggambarkan Indonesia sebagai negara yang mampu memperkokoh kedaulatan, menjaga persatuan dan kesatuan Indonesia.Logo Kemerdekaan RI 75 tahun ini menyimbolkan arti dari kesetaraan dan pertumbuhan ekonomi untuk rakyat Indonesia, dan progres nyata dalam bekerja untuk mempersembahkan hasil yang terbaik kepada semua rakyat Indonesia.Sort copy tema dan logo peringatan HUT Ke-75 Kemerdekaan Rl Tahun 2020 beserta pedomannya dapat diunduh melalui website resmi Kementerian Sekretariat Negara www.setneg.go.id Peringatan_hari_ulang_tahun_ke_75_kemerdekaan_republik_indonesia_tahun_2020 atau melalui link berikut ini: Surat Edaran Menteri Sekretaris Negara tentang Penyampaian Tema dan Logo Peringatan Hari Ulang Tahun Ke-75 Kemerdekaan Republik Indonesia Tahun 2020
Download : https://cdn.setneg.go.id/_multimedia/document/20200116/3618B-27_Tema_dan_Logo_HUT_Ke-75_RI.pdf
Pedoman Visual Penggunaan Logo Peringatan Hari Ulang Tahun Ke-75 Kemerdekaan Republik Indonesia Tahun 2020 Download https://drive.google.com/open?id=19KI_rDwRmjoPmWa1fy_L5A5yc85r3ZQX 

Sabtu, 25 Juli 2020

Usai Uji Klinis, Ini Alasan 7 Provinsi Prioritas Mendapat Vaksin Covid-19

Usai Uji Klinis, Ini Alasan 7 Provinsi Prioritas Mendapat Vaksin Covid-19




 
[KBR|Warita Desa] Jakarta | Vaksin Covid-19 yang didatangkan dari Sinovac, Cina, akan menjalani tahapan uji klinis fase 3 terlebih dahulu. Setelah itu selesai dan mendapat izin edar, vaksin ini rencananya akan diedarkan dulu di tujuh provinsi.
Ketua tim riset uji klinis vaksin Covid-19 Universitas Padjadjaran (Unpad), Profesor Kusnandi Rusmil, mengatakan, tujuh provinsi dipilih karena merupakan daerah dengan banyak kasus Covid-19.
"Pertama kali vaksin ini berfungsi pada awal-awalnya yang akan kita berikan di tujuh provinsi dulu. Karena yang paling banyak kena Covid-19 kan tujuh provinsi. Jakarta, Bandung, Surabaya, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan, kemudian Sulawesi Selatan, itu banyak. Jadi di tujuh provinsi dulu. Karena untuk sekaligus tidak cukup yang dari Bio Farma. Nah nanti setelah itu baru nanti provinsi yang lain, jadi bertahap," jelasnya dalam konferensi pers di Rumah Sakit Pendidikan Unpad, Bandung, Rabu (22/07).
Ketua tim riset uji klinis vaksin Covid-19 Unpad Profesor Kusnandi Rusmil menambahkan, uji klinis fase 3 rencananya akan dimulai pada Agustus mendatang. Proses uji klinis ini baru akan dimulai ketika sudah mendapat izin dari Komite Etik.
Ada 1.620 sukarelawan yang nantinya akan dijadikan subjek dalam uji klinis ini. Diperkirakan membutuhkan waktu enam bulan untuk menguji apakah vaksin ini benar-benar aman dan efektif digunakan untuk khalayak.
Setelah uji klinis rampung dan mendapat izin dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), paling cepat pada kuartal 1 tahun depan PT Bio Farma akan memproduksi dengan kapasitas maksimal 250 juta dosis.
Sebelumnya Perusahaan farmasi pelat merah, PT Bio Farma, bersiap untuk memproduksi vaksin Covid-19 pada tahun depan. Sebanyak 2.400 calon vaksin itu sudah tiba di Indonesia pada Minggu (19/07).
Sebelum vaksin itu benar-benar diproduksi massal, akan ada sejumlah tahapan klinis yang harus dilalui. Tahapan uji klinis diperkirakan memakan waktu enam bulan.
Menteri BUMN Erick Thohir memastikan, vaksin itu akan siap beredar di masyarakat pada awal tahun depan.
"Vaksin ini kita pastikan akan ada, tapi saya mohon masyarakat juga berdisiplin supaya tadi kita bisa terus mengantisipasi. Bio Farma juga akan memastikan memproduksi obat untuk terapi kesembuhan. Karena ditanya obatnya apa, pasti kan belum ada. Tetapi terapi penyembuhan kita terus lakukan dan insyaallah sesuai dengan komitmen daripada pemerintah dan Bapak Presiden, kita akan melakukan hal ini sebaik-baiknya untuk kepentingan rakyat semua," kata Erick di Istana Negara, Selasa (21/7/2020).
PT Bio Farma sebagai perusahaan negara, nantinya akan bertanggung jawab untuk memproduksi dan mendistribusikan vaksin ke seluruh penjuru Tanah Air. Saat ini, vaksin tersebut masih disimpan di Bandung, sesuai standar internasional.
Direktur Utama Bio Farma Honesti Basyir mengatakan, vaksin dari Sinovac dipilih sebagai mitra karena metode pembuatannya sama dengan kompetensi yang dimiliki Bio Farma. Yakni dengan metode inaktivasi.
Vaksin ini akan melalui tahapan uji klinis tahap 3 sekitar 6 bulan. Uji klinis akan berlangsung di Pusat Uji Klinis Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran (Unpad), Bandung, dengan melibatkan tim peneliti dari kampus tersebut. Dalam uji klinis itu, vaksinasi akan diberikan kepada 1.620 sampel dengan rentang usia antara 18 hingga 59 tahun, dengan kriteria-kriteria tertentu.
"Sesuai dari arahak Pak Presiden barusan. Kami dari Bio Farma mendapat tugas untuk memastikan kapasitas produksi vaksin ini bisa dikelola dengan baik. Sampai saat ini kami sudah menyiapkan 100 juta dosis per tahun siap. Dan kita akan expand menuju 250 juta dosis per tahun. Tapi untuk tahap pertama, sesuai dengan target penyelesaian uji klinis Januari, pada saat selesai uji klinis dan izin edarnya keluar, kami sudah menargetkan untuk bisa selesai sekitar 40 juta dosis per tahun," jelasnya di Istana Negara, Selasa (21/7/2020).
Vaksin dari Sinovac, China, ini merupakan salah satu dari empat kandidat vaksin yang sebelumnya telah diumumkan oleh Kementerian Kesehatan. Kerja sama PT Bio Farma dengan Sinovac merupakan tindak lanjut dari proses diplomasi pemerintah Indonesia dengan negara lain.

Oleh : Wahyu Setiawan, Dwi Reinjani
Editor: Rony Sitanggang
Redaktur : Abdul Kadir

Sumber: Usai Uji Klinis, Ini Alasan 7 Provinsi Prioritas Mendapat Vaksin Covid-19

Jumat, 24 Juli 2020

GO GREEN, AQUAPONIC DAN HIDROPONIK

 GO GREEN, AQUAPONIC DAN HIDROPONIK




Aquaponic adalah kombinasi dari akuakultur (budidaya ikan) dan hidroponik (budidaya tanaman tanpa tanah). Dalam aquaponic, air yang mengandung nutrisi yang dihasilkan dari budidaya ikan merupakan sumber pupuk alami untuk tanaman yang tumbuh. Tanaman sendiri mengkonsumsi nutrisi, dan membantu untuk memurnikan air bagi kehidupan ikan, sehingga merupakan Sebuah proses mikroba alami yang menjadikan antara ikan dan tanaman tetap sehatsehat. Hal ini menciptakan ekosistem yang berkelanjutan dimana kedua tanaman dan ikan dapat berkembang. Aquaponics adalah jawaban ideal untuk masalah petani ikan untuk membuang air yang kaya nutrisi dan petani hidroponik yang memang sangat perlu air kaya nutrisi.

Perkecambahan,persemaian dan Pembibitan Jelutung rawa

Seperti yang sudah dibahas di postingan sebelumnya, kita sudah mengetahui apa dan bagaimana serta mamfaat dari Jelutung.  cek di BUDIDAYA JELUTUNG
di postingan ini saya akan melanjutkan dengan Topik Perkecambahan dan Pembibitan Jelutung.


Jelutung rawa berbuah setiap tahun dengan musim raya setiap 2 tahun.
Pohon berbunga pada bulan Nopember. Buah telah matang dan dapat dipanen pada bulan April - Mei.Buah jelutung rawa berbentuk polong berjumlah 2 buah pada setiap tangkainya.
Panjang polong 12 – 26 cm (rata-rata 23 cm), berat kering polong 20,2 – 31,9 gram (rata-rata 28,02 gram), jumlah biji per polong 12 – 26 biji (rata-rata 18 biji).
Buah yang telah masak fisiologis pecah setelah dijemur 1 - 3 hari, kemu- dian biji diambil dari polongnya Masa simpan benih pendek (1 - 3 bulan), yang terbaik benih langsung dikecambahkan setelah direndam selama 2 jam, ditiriskan kemudian ditabur pada media pasir yang telah dibasahi & disemprot dengan fungisida. Benih yang telah ditabur pada media pasir dijaga kelembabannya dengan cara disiram setiap hari.
Benih mulai berkecambah 1 minggu setelah penaburan yang ditandai oleh keluar- nya akar, setelah 1 bulan kotiledon mekar sempurna kemudian akan tumbuh sepasang daun pertama yang menandakan kecambah siap disapih.

CARA/TEHNIK BUDIDAYA JELUTUNG RAWA (Dyera lowii.sp) ala AGROFORESTY



Ilmu Cara/tehnik budidaya jelutung ini saya dapatkan dari pengalaman saya langsung dilapangan yang saya terapkan di lahan Kelompok tani Saya Yaitu : Kelompok tani jelutung harapan Mulia Lestari , saya dan beberapa anggota kelompok yang berjumlah 35 orang dengan luas Areal 55 Hektar.
selain itu secara teori kami telah mengikuti beberapa kali pelatihan tentang budidaya jelutung yang benar dan sesuai dengan SOP (standard operating procedure) budidaya jelutung.
jadi melalui tulisan ini saya ingin saling berbagi ilmu tentang budidaya ini kepada semua, karena ini bukan hanya teori saja, kami sedang dan sudah melaksanakan di lahan kelompok kami, dan ternyata cukup baik, meskipun untuk tanaman init (jelutung) belum menghasilkan, karena baru berumur 1,5 tahun.

Photo jelutung 1,5 tahun di lokasi Kelompok tani H M L

mungkin ada yang bertanya, kok bisa menghasilkan sedangkan jelutungnya baru berumur 1 tahun padahal umur produktif tanaman jelutung paling cepat 7 tahun baru bisa di lakukan penyadapan, hasil darimana ?

Latar belakang budi daya jelutong (dyera lowii.sp)

Latar belakang budi daya jelutong (dyera lowii.sp),

 

KELOMPOK TANI HARAPAN MULIA LESTARI (HML)

Mengingat saat ini kurang nya kepedulian masyarakat terhadap kelestarian hutan, marak nya pembalakan liar, mata pencaharian masyarakat sebagian besar masih dari hasil hutan, Kurang nya partisifasi petani untuk berkelompok Semoga melalui budidaya jelutung ini mampu mengurangi  kerusakan hutan, dan masyarakat sekitar hutan lebih sejahtera pada masa yg akan datang serta Disamping saat ini dan untuk kedepan begitu sulit nya mendapat kan bahan baku akan kayu untuk bangunan, furniture, Meubel, dll, betapa pentingnya ketersediaan bahan baku kayu.

maka kami berinisiatif untuk melakukan budi daya Jelutong, selain menjaga kelestarian hutan,juga mampu menambah pendapatan para petani baik dari hasil getahnya maupun kayu nya.

kelompok tani harapan mulia Lestari merupakan gabungan dari 3 kelompok tani di desa pematang rahim, kec.mendahara ulu, tanjung jabung timur, jambi.

yakni : kelompok tani Harapan, Mulia dan lestari, yang beranggotakan 35 Petani dengan luas areal 55 Hektar. yang di dirikan pada tanggal 29 juli 2009.

 

oleh karena itu kami Mengembangkan  Budi daya Jelutung  Rawa ( Dyeraa Lowii sp ) dengan konsep Agroforesty di lokasi lahan gambut basah pada Kelompok tani MULIA di desa pematang rahim, kecamatan mendahara ulu, kabupaten tanjung jabung timur, provinsi jambi.
Jelutung rawa ( dyeraa lowii ) adalah jenis pohon lokal  yang sangat Prospektif untuk hutan tanaman produktifitas tinggi dan ramah lingkungan pada lahan rawa, karena :
  • -  Mempunyai daya adaptasi yang baik dan telah teruji pada lahan rawa,
  • - Mempunyai pertumbuhan yang cepat ( riap diameter 2,0 – 2,5 Cm/Tahun, Riap Tinggi 1,6 – 1,8 Meter/Tahun ),
  • -  Dapat  di budi dayakan dengan manipulasi lahan minimal,
  • - Mempunyai hasil ganda, Getah ( untuk Permen karet, kosmetik, isolator )  Dan kayu ( Pencil, slate, vinir, moulding, meubel ),
  • -  Sudah di kenal dan di mamfaatkan lama oleh masyarakat,
  • - Dapat di budidayakan Seperti tanaman karet , pada masa produktif   Disadap Getah nya, Pada akhir daur Dimamfaatkan Hasil kayu nya.
  • selain itu  dengan melakukan budidaya Jelutong ini dapat:
  • - Meningkatkan kepastian dan pengelolaan  lahan hutan oleh masyarakat
  • - Mengembalikan Fungsi lahan kawasan Hutan
  • - Mendorong  masyarakat  sekitar ikut dan  peduli  dengan kelestarian  hutan  dengan  menanam  jelutung  Rawa( Dyeraa lowii sp )
  • - Jelutung Mempunyai hasil ganda, Getah ( untuk Permen karet, kosmetik, isolator )  Dan kayu ( Pencil, slate, vinir, moulding, meubel )
  • - Untuk jangka pendek, tanaman sela tsb, Mampu menambah penghasilan petani sebelum jelutung di panen


Jenis tanaman yang  Yang di budi dayakan, terdiri dari : tanaman pokok, tanaman unggulan dan tanaman kehidupan
® Tanaman pokok         : Jelutung, pulai, jabon dll
® Tanaman unggulan    : Nangka, cempedak, durian, petai, rambutan dll
® Tanaman kehidupan :  Nenas, jagung, pisang, kopi, jahe, laos dll

Kemungkinan pengembangan lain nya yang bisa di lakukan yakni ; kolam ikan, ternak besar, ternak unggas  dan Tanaman Holtikultura, untuk jenis jenis tanaman lain nya akan di musyawarahkan sesuai kebutuhan anggota kelompok.
Disamping saat ini dan untuk kedepan begitu sulit nya mendapat kan bahan baku akan kayu untuk bangunan, furniture, Meubel, dll, betapa pentingnya ketersediaan bahan baku kayu.

dan tanaman jelutong kami hasil pertumbuhannya cukup bagus yang pada saat ini tingginya mencapai 1,7 meter sampai 2 meteran. dan di selingi tanaman Unggulan/kehidupan.

yang pasti untuk jangka pendek ini usaha kami ini telah membuahkan hasil/panen dari tanaman selingan, seperti: pisang, jahe, toga, sayuran dll.

Kamis, 23 Juli 2020

Realisasi Bantuan UMKM, Teten Sebut Tahap Awal Tuntas 100 Persen

Realisasi Bantuan UMKM, Teten Sebut Tahap Awal Tuntas 100 Persen



[KBR|Warita Desa] Jakarta | Menteri Koperasi dan UKM, Teten Masduki mengatakan dari 3 fase percepatan pemulihan Usaha Mikro dan Kecil melalui program pemulihan koperasi, telah merealisasikan anggaran sebesar 135,7 miliar untuk tahap awal program. Ia menjelaskan Realisasi itu meliputi keringanan pembayaran pinjaman hingga fasilitas penambahan pinjaman.

“Pada fase awal ini kami telah melakukan restrukturisasi pinjaman mitra LPDB dalam bentuk penundaan pembayaran angsuran dan jasa selama 12 bulan. Sampai saat ini telah dilakukan restrukturisasi kepada 40 mitra koperasi, sudah 100 persen, dengan fasilitas penundaan pokok, penundaan jasa, pengurangan jasa perpanjangan waktu dan penambahan fasilitas pinjaman atau pembiayaan dengan total outstanding sebesar 135,7 miliar,” ujar Teten saat menyampaikan laporan  di Istana Presiden, Kamis (23/07/2020).
Dalam program LPDB tersebut, Teten juga mengatakan kementeriannya tidak mengenakan bunga selama masa penundaan pembayaran pinjaman. Sehingga subsidi yang diberikan adalah subsidi bunga 100 persen selama 1 tahun. Teten mengatakan, saat ini kementeriannya tengah melakukan upaya realisasi fase dua dalam pemulihan ekonomi UKM, dengan beberapa skema.
“Fase kedua dengan alokasi tambahan sebesar 1 Triliun. Pembiayaan ini khusus disalurkan kepada koperasi dengan bunga 3 persen, menurun, atau sekitar 1,5 persen flat per tahun untuk menjangkau sekitar 4,8 juta UMKM anggota koperasi. Sampai saat ini kami telah melakukan penyaluran pinjaman atau pembiayaan baru dengan total pencairan sebesar 381,4 miliar dengan rincian untuk koperasi pola konvensional sebesar 21,8 miliar, ini ada 13 mitra. Lalu dengan pola syariah sebesar 109 miliar untuk 21 mitra.” Ujar Teten.
Sedangkan untuk fase tiga, kementerian Koperasi menyiapkan sejumlah kebijakan untuk memudahkan akses pembiayaan, dengan bunga ringan dan pendampingan.
“Ini juga bagian dari upaya kami untuk membangun kelembagaan yang lebih mudah di UMKM, untuk memudahkan kami dalam pembinaan ke depan. Sebab jumlah UMKM terlalu besar. 64 juta dan mencar (tersebar) di mana-mana, kecil-kecil kalau kita tidak sederhanakan kelembagaan, challenging ini agak berat di pembinaan. Sementara produksi barangkali tidak tepat untuk semua karena UMKM dikerjakan di rumah masing-masing. Jadi konsolidasinya nanti memang kita akan lewat koperasi.” Ujar Teten.
Sebelumnya Presiden Joko Widodo menyalurkan bantuan modal kerja kepada pelaku usaha mikro dan kecil (UMK) yang terdampak pandemi Covid-19.
Jokowi mengatakan, bantuan tersebut akan diberikan kepada 12 juta pelaku UMK. Dana bantuan modal yang dikucurkan pemerintah kepada pelaku UMK sebesar Rp28,8 triliun.
"Ini bantuan modal kerja ini memang isinya tidak banyak, Rp2,4 juta. Tolong diterima digunakan semuanya untuk tambahan modal kerja bapak ibu semuanya. Ini kita mulai dan kita harapkan nanti jutaan pedagang kecil yang akan kita berikan ini, ini adalah yang pertama kali," ujar Jokowi di Istana Negara, Jakarta Pusat, Senin (13/7/2020).
Sebagai tahap awal, Jokowi langsung membagikan bantuan tersebut kepada beberapa pelaku UMK di Kompleks Istana Kepresidenan.
Oleh : Dwi Reinjani
Editor: Rony Sitanggang
Redaktur : Abdul Kadir

Sumber  : Pencairan Gaji ke-13 Menunggu Aturan Ini Rampung

Baca juga : https://www.imajinasiku.online/2020/07/pencairan-gaji-ke-13-menunggu-aturan.html

DENDAM ORANG-ORANG SAKTI ( EPISODE 3 )

WIRO SABLENG

PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
Karya : Bastian Tito
Episode : DENDAM ORANG-ORANG SAKTI


LUKA besar di bekas kutungan tangan
kanannya itu membuat tenaganya semakin
lama semakin mengendur. Kalau tadi dengan
segala tenaga yang ada macam manusia
dikejar setan dia melarikan diri dari
pekuburan Djatiwalu itu, maka kini jangankan
lari, berjalan melangkahpun dia sudah tidak
sanggup. Tubuhnya terhuyung-huyung.
Nafasnya megapmegap seperti mau sekarat!
Saat itu dia berada di tepi sebuah jurang.
Dalam larinya tadi dia tak memperhatikan lagi
ke mana tujuannya sehingga di mana dia berada saat itu adalah satu tempat yang
jarang didatangi manuisia. Sunyi senyap
mencengkam menegakkan bulu roma.
Matanya yang berkunang-kunang,


SILAHKAN LANJUT BACA KESINI :

DENDAM ORANG-ORANG SAKTI ( EPISODE 3 ) 

MAUT BERNYANYI DI PAJAJARAN ( EPISODE 2 )

WIRO SABLENG

Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya: Bastian Tito
EP :MAUT BERNYANYI DI PAJAJARAN
********************


Di bawah terik panasnya matahari di siang
bolong itu maka bertiuplah angin kencang dan
gersang. Debu pasir di pedataran beterbangan
ke udara, memekat tebal, menutup
pemandangan beberapa saat lamanya.
Suara siulan aneh yang melengking-lengking
membawakan lagu tak menentu terdengar di
lereng bukit di ujung pedataran. Siulan aneh
ini seperti mau menerpa dan menumbangkan
hembusan angin gersang yang datang dari
pedataran.


SILAHKAN LANJUT BACA KESINI....

MAUT BERNYANYI DI PAJAJARAN

Empat Berewok Dari Goa Sanggreng (Episode 1)

WIRO SABLENG

Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212

Karya: Bastian Tito

Episode : Empat Berewok Dari Goa Sanggreng
SATU

=======================
"Ini!" kata laki-laki berkumis melintang itu dengan suara kasar. "Berikan sama dia! Aku harus terima jawaban hari ini juga, Kalingundil!! Kau dengar!?" Orang yang bernama Kalingundil mengangguk. Diambil surat yang disodorkan. "Kalau dia banyak bacot.....," kata laki-laki berkumis melintang itu pula, "bikin beres saja. Berangkat sekarang, jika perlu bawa Saksoko!" Kalingundil berdiri dan meninggalkan ruangan itu. Dan bila Kalingundil baru saja lenyap di balik pintu maka menggerendenglah Suranyali, laki-laki yang berkumis tebal itu. "Betul-betul perempuan laknat! Perempuan haram jadah!" Dibulatkannya tinju kanannya dan dipukulkannya meja kayu jati di hadapannya. "Brakk!!" Papan meja pecah. Keempat kaki meja amblas sampai tiga senti ke dalam lanci ubin dan ubin sendiri retak-retak! Kemudian dia berdiri. Tubuhnya menggeletar oleh amarah yang hampir tak bisa dikendalikannya lagi. Dan mulutnya terbuka kembali. Dia memaki-maki seorang diri. "Perempuan keblinger! Ditinggal satu tahun tahu-tahu kawin! Bunting malah dan punya anak malah! Keparat!" Suranyali berdiri dengan nafas menghempas-hempas di muka jendela lalu dia melangkah ke meja lain yang juga terdapat di ruangan itu. Dari dalam sebuah kendi diteguknya air putih dingin. Tapi baru dua teguk air melewati tenggorokannya, isi kendi itu sudah habis. "Keparat!" maki Suranyali lagi. Dibantingkannya kendi itu ke tanah hingga pecah berantakan. Seorang perempuan paruh baya memunculkan kepalanya di pintu sebelah sana namun melihat Suranyali yang lagi beringasan ia cepat-cepat diam menghilang kembali. 
Akhirnya, Suranyali letih sendiri memaki-maki dan marah-marah seperti itu. Dibantingkannya badannya ke sebuah kursi. Dan kini terasa olehnya betapa letih badannya. "Ludjeng!" teriak Suranyali. Perempuan separuh baya yang tadi memunculkan diri di pintu masuk bergegas. "Ya, Denmas Sura....". "Kau juga keparat!" damprat Suranyali pada perempuan itu. Ludahnya menyemprot dan Wilujeng tak berani menyeka ludah yang membasahi mukanya. "Sudah berapa kali aku bilang, jangan panggil aku dengan nama itu! Apa kau sudah gila hingga lupa terus-terusan?!? Kau gila ya, hah?!!." Wilujeng terdiam dengan tubuh menggigil ketakutan. Lagi-lagi dia lupa. Lagi-lagi dia memanggil dengan Sura padahal sudah sering Suranyali memerintahkan agar dia memanggil dengan nama Mahesa Birawa. "Perempuan monyong! Aku tanya kau sudah gila? Jawab!" "Tidak, Denmas Su....., eh Mahesa Birawa....." "Kalau tidak gila kau musti sinting! Ambilkan aku air, lekas!" Wilujeng putar tubuh. Sebentar kemudian dia sudah kembali membawa segelas air putih. Air yang dingin itu menyejukkan hati Suranyali sedikit. 
Kemudian dia duduk tenang-tenang di kursi itu dan bila matanya dipicingkannya, maka kembali terbayang saat setahun yang lewat. Waktu itu dia sudah lama berkenalan dengan Suci. Dia tahu bahwa gadis itu tidak suka terhadapnya, tapi dengan menemui Suci terus-terusan di tepi kali tempat mencuci, dia berharap lama-lama akan dapat juga melunakkan hati gadis itu. Memang akhirnya Suci mau juga bicara-bicara melayani Suranyali, tapi ini bukanlah karena dia suka terhadap Sura melainkan karena kasihan belaka. Tapi celakanya Suranyali salah tafsir. Dia menduga bahwa kini Suci sudah terpikat kepadanya. Satu ketika Sura dipanggil oleh seorang sakti di gunung Lawu. Sebelum pergi, Sura menemui Suci dan berkata, "Suci, aku akan pergi ke Gunung Lawu. Mungkin satu tahun lagi aku baru kembali. Kuharap kau mau menunggu dengan sabar. Jika aku kembali aku akan mengawini kau....." "Tapi Kangmas Sura....." Suci menghentikan kata-katanya karena saat itu dilihanya Suranyali melangkah ke hadapannya dan mengulurkan tangan untuk memeluknya. Suci mundur. "Jangan, Kangmas. Nanti kelihatan orang....." Kemudian Suranyali pergi tanpa ada lagi kesempatan bagi Suci untuk menerangkan bahwa dia tidak suka laki-laki itu, bahwa dia menolak lamaran tadi! Dan dalam kepergian Suranyali itu maka Suci kemudian kawin dengan Ranaweleng seorang pemuda yang dicintainya dan juga mencintainya. Bagi Suci perkawinannya dengan Ranaweleng itu sama sekali bukan pengkhianatan atas diri Suranyali karena memang dia tidak mencintai Suranyali dan juga tak pernah menyatakan cintanya. Demikianlah, bila hari itu Suranyali kembali dari perjalanannya maka kabar yang pertama yang didengarnya, yang begitu menyentakkan darah amarahnya ialah bahwa Suci telah kawin dengan Ranaweleng. Kedua suami istri itu bahkan sudah mempunyai seorang anak laki-laki. Kehidupan mereka meski sederhana tapi bahagia dan kini Ranaweleng sudah menjadi Kepala Kampung Djatiwalu. Jika Suranyali seorang manusia punya muka dan punya harga diri, sebenarnya mengetahui perkawinan Suci itu dia musti bersikap mundur karena adalah memalukan sekali bila dia terus-terusan menginginkan Suci sedang Suci tidak mencintainya apalagi kini sudah bersuami dan beranak pula. Tapi dasar Suranyali bukan manusia berpikiran jernih, lekas kalap dan naik darah membabi buta, maka hari itu juga dikirimkannya anak buahnya ke Djatiwalu untuk membawa sepucuk surat ancaman kepada Ranaweleng. Suranyali yang kini memakai nama Mahesa Birawa bangkit dari kursinya ketika didengar suara gemuruh kaki-kaki kuda di halaman. Dia melangkah ke jendela dan memperhatikan kepergian kedua orang anak buahnya. Jari-jari tangannya mencengkeram sanding jendela. "Suci musti dapat..... musti dapat!" katanya dalam hati yang dikecamuk amarah itu. "Kalau tidak.....," Mahesa Birawa tak meneruskan kata-katanya. Sebagai gantinya tangan kirinya bergerak memukul dinding jendela. Dan kayu sanding itu pecah berantakan!! 
DUA 
Keduanya menghentikan kuda di hadapan seorang laki-laki tua yang tengah mencabuti rumput halaman. Tanpa turun dari kudanya, Kalingundil bertanya dengan membentak kasar, "Ini rumahnya Ranaweleng?!" Orang tua berdiri perlahan-lahan dari jongkoknya. Ketika berdiri nyatalah bahwa tubuhnya pendek dan bongkok. Ditengadahkannya kepalanya dan dikeataskannya topi bambo yang menutupi keningnya untuk dapat melihat orang yang telah bicara kepadanya. Orang tua ini tak segera berikan jawaban melainkan melirik kepada Saksoko yang duduk di atas pungung kuda di sisi kanan Kalingundil. "Orang tua bego!" maki Kalingundil. Laki-laki bertubuh langsing ini memang bersifat tidak sabaran. "Aku tanya ini rumahnya Ranaweleng?!" "Ya!" jawab Kalingundil. "Ada keperluan apa Saudara?" Si gemuk pendek Saksoko kini yang buka suara. Suaranya parau dan tidak enak didengar. "Tak perlu tanya keperluan kami. Kamu orang tua pikun minggirlah!" Saksoko menyentakkan tali kekang kudanya. Sekali kuda itu menghambur ke depan maka terpelantinglah si orang tua kena terajakan kaki binatang yang ditunggangi Saksoko itu! Orang tua itu bangun dengan perlahan-lahan. Matanya yang mengabur dimakan umur kelihatannya menyorot. Dengan kaki kirinya ditendangnya secara acuh tak acuh topi bambunya yang tergeletak di tanah. Topi itu melesat ke muka laksana anak panah cepatnya dan menghantam kemaluan kuda yang ditunggangi oleh Saksoko. Kuda jantan itu meringkik dahsyat. Kedua kaki depannya melonjak ke atas tinggi-tinggi dan Saksoko terpelanting ke tanah! Si orang tua diam-diam merasa puas. Dengan sikap seperti tidak terjadi apa-apa dia memutar tubuh jongkok kembali dan mulai lagi mencabuti rerumputan di halaman! Bola mata laki-laki gemuk pendek itu berpijar-pijar. Untuk beberapa lamanya segala sesuatunya menjadi guram dalam pemandangannya. "Saksoko, ada apa dengan kau?!" tanya Kalingundil terkejut dan heran. "Aku sendiri tidak tahu," sahut Saksoko seraya bangun dengan menepuk-nepuk pantat celananya. Dia memandang berkeliling. Tidak ada siapa-siapa kecuali orang tua yang tadi tengah mencabuti rumput. Kemudian mata laki-laki itu membetnur topi bambu yang tergeletak tak berapa jauh dari tanah. Hatinya curiga. Tapi bila dilihatnya lagi orang tua kurus dan bongkok itu kecurigaannya menjadi sirna. Tak mungkin, pikirnya. Tak mungkin kalau kakek-kakek pikun itulah yang telah melemparkan topi bambu itu ke kuda tunggangannya. Kalingundil juga memandang berkeliling dengan hati bertanya-tanya. Dilihatnya orang tua itu. Dilihatnya topi itu. Kemudian dia berkata, "Kurasa orang tua kerempeng itu....." Kalingundil memang lebih tajam penglihatannya dan perasaannya. Dalam ilmu silatpun dia lebih tinggi dua tingkat di atas Saksoko. "Mana mungkin," kata Saksoko pula tidak percaya. "Coba kita lihat." Kalingundil turun dari kudanya. Diambilnya topi yang tergeletak di tanah. Diperhatikannya topi bambu ini seketika. Matanya melirik pada orang tua yang masih jongkok dan mencabuti rumput dekat pagar halaman. Kalingundil menggerakkan tangan kanannya. Topi terlepas dari tangan itu dan melesat deras ke arah kepala si orang tua. Begitu acuh tak acuh sekali, orang tua yang jongkok membelakangi itu gerakkan tangan kanannya untuk menggaruk bagian belakang kepalanya. Dan adalah mengejutkan kedua orang anak buah Mahesa Birawa atau Suranyali ketika melihat bagaimana topi bamboo itu melesat ke samping dan menggelinding di tanah! Kalingundil dan Saksoko saling pandang. "Apa kataku, kau lihat?" desis Kalingundil. Melihat kenyataan ini maka geramlah si gemuk pendek Saksoko. "Orang tua edan!" makinya. "Punya sedikit ilmu saja sudah mau kasih pamer!" Dia membungkuk dan meraup pasir. Raupan pasir itu dilemparkannya ke arah si orang tua. Meski hanya pasir namun karena diisi dengan tenaga dalam maka pasir itu melesat hebat dan dapat melukakan kulit membutakan mata! Si orang tua tiba-tiba berdiri dengan terbungkuk-bungkuk. Ditepuk-tepuknya pakaian hitamnya seperti seseorang yang sedang membersihkan debu dari pakaiannya. Tapi gerakannya ini sekaligus membuat berhamburannya pasir-pasir halus yang menyerang ke arahnya! "Kurang ajar betul!" damprat Saksoko karena merasa semakin ditantang dan dipermainkan. Dia menerjang ke muka. Dalam jarak beberapa tombak dilepaskannya pukulan tangan kosong. Orang tua itu memutar badannya yang bungkuk ke samping. "Apa-apaan ini?!" tanyanya dengan suaranya yang halus melengking, "ada apa kau serang aku?!" Namun gerakannya tadi sekaligus telah melewatkan angin pukulan Saksoko hanya beerapa jengkal saja di depan hidungnya. Saksoko kertak rahang. "Orang tua gelo! Siapa kau sebetulnya?!" Orang tua itu menyeringai menunjukkan gusinya yang tidak bergigi barang sepotongpun. "Aku sudah tua, tak usah bicara memaki!," katanya dan didorongkannya telapak tangan kanannya ke depan. Setiup angin dahsyat melanda tubuh Saksoko. Kalau tidak cepatcepat menghindar pastilah si gemuk pendek ini akan mendapat celaka. Begitu melompat ke samping segera dia kirimkan satu jotosan kepada orang tua itu. Pada saat inilah dari pintu rumah terdengar seruan keras: "Ada apa di sini?! Tahan!!" Saksoko tarik pulang tangannya dan berpaling. Seorang laki-laki muda berparas gagah dilihatnya keluar dari rumah dan berdiri di tangga langkan. Kemudian dilihatnya Kalingundil memberi isyarat agar datang mendekatinya. Meski hatinya masih diselimuti amarah terhadap si orang tua tapi melihat isyarat kawannya itu segera dia datang juga. Keduanya melangkah ke hadapan langkan rumah. "Kau Ranaweleng?" tanya Kalingundil membentak. Selama menjadi Kepala Kampung di Jatiwalu, baru ini harilah Ranaweleng dibentak orang demikian rupa dan oleh orang asing pula! Dari tampang-tampang serta sikap kedua tamunya itu Ranaweleng segera maklum bahwa mereka tentu datang bukan membawa maksud baik. Namun demikian, dengan suara ramah dia menjawab: "Betul, Saudara, aku memang Ranaweleng," lalu tanyanya kemudian, "Saudara-saudara datang dari mana dan ada keperluan apakah?" Kalingundil cabut gulungan surat dari balik pakaiannya. "Ini! Silahkan dibaca!" katanya. Gulungan surat itu dilemparkannya ke hadapan Ranaweleng. Karena lemparan itu disertai dengan aliran tenaga dalam maka surat tersebut melesat berdesing dan ujung kayu di mana surat itu disepit menancap pada tiang langkan! Ranaweleng kaget. Ditekannya rasa kaget itu dan dicabutnya surat yang menancap dari tiang langkan lalu dibacanya. Kalingundil dan Saksoko memperhatikannya dengan bertolak pinggang. Ranaweleng keparat! Aku kasih tempo satu hari untukmu agar angkat kaki dari Jatiwalu ini! Bawa anakmu tapi tinggalkan istrimu! Ini adalah perintah! Kalau kau tidak patuhi, jangan harap kau bisa melihat matahari tenggelam esok hari! Ini adalah perintah! Mahesa Birawa Bergetar tubuh Ranaweleng. Dadanya panas dikobari luapan hawa amarah. Dia tak pernah kenal dengan manusia yang bernama Mahesa Birawa itu, bahkan juga tak pernah dengar nama atau riwayat manusia itu sebelumnya. Matanya memandang melotot pada kedua tamunya. "Mahesa Birawa ini siapa?" tanya Ranaweleng. Kalingundil meludah dahulu ke tanah sebelum menjawab. "Laki-laki yang kau rampas kekasihnya dan yang kini menjadi istrimu!" Kaget Ranaweleng bukan alang kepalang. Belum dia sempat bicara Saksoko sudah mendahului. "Mahesa Birawa inginkan jawabanmu hari ini juga Ranaweleng!" Kalingundil menyambungi, "Dan sebaiknya..... apa yang tertulis di surat itu kau ikuti saja." "Kalau tidak?," tanya Ranaweleng menindih rasa geramnya. Kalingundil tertawa mengekeh. Gigi-giginya kelihatan besar-besar dan coklat kehitaman. Ranaweleng tak dapat lagi menahan luapan amarahnya. Diremasnya dan dipatah-patahkannya kayu penyepit surat lalu dilemparkannya ke kepala Kalingundil, tepat mengenai mulut yang sedang tertawa mengekeh itu! "Bangsat rendah!" hardik Kalingundil. Dia meloncat ke muka. "Kau berani berlaku kurang ajar terhadapku, huh?!" "Tak usah jual lagak di sini, setan!" balas menghardik Ranaweleng. "Kalian budak-budak sinting kembalilah kepada majikan kalian! Bilang sama itu manusia Mahesa Birawa agar lekas-lekas pergi mencari dukun untuk mengobati otaknya yang tidak waras!" "Betul-betul anjing budak yang tidak tahu diri!" semprot Saksoko. Dari tadi dia memang sudah beringasan gara-gara si orang tua yang telah mempermainkan dan setengah menantangnya tadi. Sekali dia ayunkan langkah maka satu tendangan yang didahului oleh angin hebat melanda ke bawah perut Ranaweleng. Melihat musuh yang inginkan jiwanya ini Ranaweleng menggeram dan kertakkan rahang. Dia berkelit ke samping dan hantamkan ujung sikunya ke tulang iga lawan. Saksoko bukan manusia yang baru belajar ilmu silat kemarin. Sambil melompat ke atas lututnya ditekuk dan disorongkan ke kepala lawan. 
Ranaweleng merunduk dan lompat ke samping. Sebelum dia berbalik untuk mengirimkan pukulan ke punggung lawan yang saat itu masih belum menginjak lantai langkan maka terdengarlah suara seseorang. "Ah, Raden Ranaweleng, mengapa musti mengotori tangan terhadap kunyuk kesasar ini?! Biar aku si tua bangka Jarot Karsa yang kasih sedikit pelajaran sopan santun terhadapnya!" Ternyata yang berkata itu adalah orang tua renta kurus kerempeng yang tadi mencabuti rumput di halaman, yang merupakan pembantu Kepala Kampung Jatiwalu. Mendengar dirinya dimaki sebagai kunyuk kesasar maka marahlah Saksoko. Dia membalik dan menyerang orang tua itu kini dengan satu pukulan jarak jauh yang menimbulkan angin deras. Angin pukulan ini menyerang ke pusat jantung di dada Jarot Karsa. Dengan begitu Saksoko berkehendak untuk mencabut nyawa si orang tua detik itu juga! Tapi Jarot Karsa ganda tertawa. Sekali dia gerakkan tangan kanannya yang kurus maka setiup angin dahsyat memapaki serangan si gemuk pendek Saksoko. Angin pukulan Saksoko menyungsang balik menyerang Saksoko sendiri. Ditambah dengan dorongan angin pukulan si orang tua maka kedahsyatannya bukan olah-olah! Tubuh Saksoko mencelat keluar langkan rumah sampai tiga tombak dan menggelinding di tanah. Dicobanya bangun kembali. Tapi tubuhnya itu segera rebah lagi setelah terlebih dahulu dari mulut Saksoko menyembur darah kental dan segar! Kaget Kalingundil bukan kepalang. Mukanya hitam membesi. Laki-laki ini menerjang ke depan. Terjangan ini disertai dengan bentakan yang keras menggeledek membuat langkan rumah dan tanah menjadi bergetar! Jarot Karsa merunduk cepat. Gerakannya ini disusul dengan cepat oleh Kalingundil. Serangkum angin keras dan dingin menyerang ke seluruh jalan darah di tubuh orang tua. Pasir menderu beterbangan, debu menggebu. Jarot Karsa cepat-cepat dorongkan tangan kanannya ke muka. Maka dua angin pukulan bertemu di udara menimbulkan suara berdentum seperti letusan meriam! Tubuh Jarot Karsa kelihatan bergoyang gontai sedang Kalingundil terdampar ke tanah tapi cepat bangun lagi. Keringat dingin memercik di kening anak buah Mahesa Birawa ini. Nyalinya menciut kecil. Tak nyana si orang tua memiliki kehebatan demikian rupa! Tak diduganya sama sekali kalau tenaga dalamnya ada di bawah angin berhadapan dengan tenaga dalam Jarot Karsa! Tapi laki-laki ini, yang menjadi buta matanya dan tumpul pikirannya karena amarah dan kebencian yang meluap, tidak memikirkan lagi bahwa sesungguhnya si orang tua bukan tandingannya. Kedua tangannya dipentang ke muak. Tangan itu kelihatan bergetar. Jarot Karsa dan juga Ranaweleng memperhatikan gerak gerik manusia itu dengan tajam. Kelihatan kini bagaimana sepasang lengan Kalingundil sampai ke jari-jari tangannya berwarna kehitaman. "Ha.....ha....," terdengar kekehan si tua Jarot Karsa, "Kau hendak pamerkan ilmu lengan tangan baja?!" Kalingundil terkejut. Terkejut karena belum apa-apa musuh sudah mengetahui ilmu simpanan yang paling diandalkannya. Tapi ini tidak diperlihatkannya, bahkan dia pentang mulut. "Bagus, penglihatanmu masih tajam juga, huh! Tapi tahukah kau kehebatan ilmu pukulan lengan tangan baja ini?!" "Kau tak perlu banyak bacot, Kalingundil, majulah!" tantang Jarot Karsa. Kalingundil menggeram. Kebetulan saat itu dia berdiri di dekat langkan rumah. Sekali ayunkan tangan kanannya maka: brak!! Tiang langkan yang besarnya hampir menyamai paha manusia patah. Atap rumah menurun miring! Sebenarnya Jarot Karsa kagum juga dengan kehebatan ilmu lawannya itu. Tapi sebagai orang tua yang sudah banyak pengalaman dalam dunia persilatan masakan dia jerih menghadapi ilmu pukulan macam begitu saja! "Ayo monyet kesasar, majulah!" katanya dengan terbungkuk-bungkuk. Kedua telapakan kaki Kalingundil menjejak tanah. Tubuhnya melesat ke muka, sedikit miring. Kaki kiri dan kanan mengirimkan serangan berantai terlebih dahulu kemudian menyusul sepasang lengannya yang menghitam oleh aji 'lengan tangan baja.' Angin yang ditimbulkan oleh serangan dua lengan ini dahsyatnya bukan alang kepalang, tajam dan memerihkan mata. Lengan kiri membabat ke pinggang Jarot Karsa, kalau kena pastilah pinggang orang tua itu akan terkutung dua. Lengan kanan menghantam dari atas ke bawah mengincar batok kepala Jarot Karsa. Dapat dibayangkan bagaimana dalam sekejapan mata lagi kepala si orang tua akan hancur berantakan! Pekikan setinggi langit yang hampir merupakan lolongan serigala haus darah melengking menegakkan bulu roma! Kalingundil melingkar di tanah. Nafasnya sesak, lidahnya menjulur keluar seperti orang yang tercekik dan matanya melotot. Tubuhnya bergerak-gerak beberapa lamanya kemudian ketika darah menyembur dari mulutnya, tubuh itu pun tak bergerak-gerak lagi! Kalingundil pingsan menyusul kawannya yang terdahulu. Ranaweleng menghela nafas dalam. Dipandanginya kedua manusia yang melingkar di tanah itu. Kemudian dia berpaling pada si orang tua. "Bapak Jarot Karasa, kau kenal dengan manusia yang bernama Mahesa Birawa itu?" Jarot Karsa menggeleng. "Siapa dia tak penting Raden. Yang penting ialah mulai saat ini kita musti waspada karena cepat atau lambat manusia itu pasti datang ke sini untuk membuat perhitungan dengan kita!" Ranaweleng mengangguk. "Aku tak ingin melihat kdua orang ini lebih lama di depan rumahku. Bereskan mereka, pak Jarot." Si orang tua tertawa mengekeh. "Tak usah khawatir...... tak usah khawatir. Aku akan sapu mereka dari depan hidungmu, Raden." Dua kali kaki kanan Jarot Karsa yang kurus kering itu menendang. Tubuh Kalingundil dan Saksoko mencelat seperti bola, dan angsrok di luar pagar halaman. 
TIGA 
Kedua mata Mahesa Birawa alias Suranyali yang menutup dalam tidur-tidur ayam membuka lebar-lebar bila telinganya menangkap suara derap kaki kuda yang memasuki pekarangan. Dia bangun dan melangkah cepat ke pintu muka. Dan matanya yang tadi membuka lebar itu kini tampak membeliak. Setengah meloncat dia turun ke tanah. "Ada apa dengan kalian?!" tanya Mahesa Birawa. Pertanyaan ini hampir merupakan teriakan. Kedua kuda itu berhenti. Penunggangnya, Kalingundil dan Saksoko turun perlahan-lahan. Pakaian mereka kotor oleh darah dan debu. Muka keduanya pucat pasi. Melihat ini Mahesa Birawa segera maklum bahwa kedua anak buahnya itu mendapat luka dalam yang parah. Kalingundil berdiri terbungkuk-bungkuk sambil mengurut dada. Pemandangannya masih berkunang-kunang. Saksoko begitu menginjakkan kedua kakinya di tanah segera tergelimpang, muntah darah lagi lalu pingsan! Mahesa Birawa melompat dan cepat menubruk Saksoko. Dari dalam sabuknya dikeluarkannya sebutir pil dan dimasukkannya ke dalam mulut Saksoko. Sebutir lagi kemudian diberikannya pada Kalingundil. "Telan cepat!," katanya. "Kalau sudah, lekas atur jalan nafas dan darahmu!" Kalingundil menelan pil yang diberikan lalu cepat-cepat duduk bersila di tanah untuk mengatur jalan nafas dan darahnya. Tak lupa dia mengalirkan tenaga dalamnya ke bagian tubuh yang tadi kena terpukul. Satu jam kemudian keadaan Kalingundil boleh dikatakan siuman meski masih berbaring menelentang di atas sebuah tempat tidur. "Sekarang!" kata Mahesa Birawa sangat tidak sabar dan sambil menggeprak meja, "terangkan apa yang terjadi Kalingundil!" Kalingundil tarik nafas panjang. Diurutnya dadanya beberapa kali lalu mulailah dia memberi keterangan. Dan bila Mahesa Birawa selesai mendengar keterangan itu maka mendidih darah di kepalanya. Mukanya hitam membesi. Kumisnya yang tebal melintang bergetar. Matanya yang memang sudah besar itu dalam keadaan melotot seperti mau tanggal dari rongganya! "Kalingundil! Siapkan kudaku! Panggil Majineng dan Krocoweti. Kalian bertiga ikut aku ke tempatnya itu manusia haram jadah! Lekas.....!" Kalingundil tanpa banyak bicara tinggalkan tempat itu. Tak lama kemudian kelihatanlah empat orang penunggang kuda menderu laksana terbang. Debu mengepul, pasir berhamparan. Mahesa Birawa memacu kudanya di muka sekali. Orang tua bernama Jarot Karsa itu mengusap dagunya. Tanpa berpaling pada Ranaweleng yang berdiri di sampingnya dengan mata yang memandang tajam ke muka dia berkata, "Dugaan kita tidak salah, Raden. Mereka datang. Agaknya yang di depan sendiri itu adalah manusia yang bernama Mahesa Birawa....." Ranaweleng memandang pula ke muka. Hatinya mengeluh. Inilah pertama selama menjadi Kepala Kampung dia menghadapi kesukaran dan kekerasan macam begini! Bahkan dia tadi belum sempat menyelesaikan pembicarannya dengan Suci ketika Jarot Karsa memanggilnya, memberi tahu kedatangan empat penunggang kuda itu. Ketika Mahesa Birawa sampai di halaman, Suci pun saat itu sudah berdiri di belakang suaminya. Mahesa Birawa hentikan kudanya. Sorotan matanya seganas kelaparan tertuju pada Ranaweleng. Di belakangnya Kalingundil memberikan kisikan. "Laki-laki tua yang berdiri di dekat tiang itulah bangsatnya yang telah mencelakai aku dan Saksoko. Hati-hati terhadap dia, Mahesa. Ilmunya tinggi sekali....." "Kau manusia kintel tutup mulut! Tak usah kasih nasihat padaku!" membentak Mahesa Birawa. Kalingundil terdiam. Digigitnya bibirnya. Dan saat itu dendam serta bencinya terhadap kedua orang yang berdiri di langkan rumah itu, terutama Jarot Karsa, tak dapat dilukiskan. Mahesa Birawa memandang sekilas pada Suci yang berdiri di belakang suaminya. Nafsu untuk dapat memiliki perempuan ini yang tak kesampaian atau belum kesampaian membuat amarahnya semakin meluap-luap. Dadanya seperti mau pecah. Saat itu meski sudah bersuami dan punya anak satu tapi Suci dilihatnya semakin tambah cantik dan muda jelita. Bola mata Mahesa Birawa bergerak ke jurusan Jarot Karsa setelah terlebih dahulu menyapu tampang Ranaweleng dengan garangnya. "Anjing tua yang di atas langkan turunlah untuk menerima mampus!" suara Mahesa Birawa begitu lantang dan menggeletarkan karena disertai tenaga dalam yang tinggi sudah mencapai puncak kesempurnaannya. Jarot Karsa sunggingkan senyum tawar. Sekali dia menggerakkan kedua kakinya maka setengah detik kemudian dia sudah berdiri di tanah, beberapa tombak di hadapan kuda Mahesa Birawa. Gerakannya waktu melompat tadi enteng sekali. Senyum datar yang mengejek tersungging lagi di mulut orang tua ini. "Ini manusianya yang bernama Mahesa Birawa?! Yang inginkan istri orang?! Kalau kau tidak sedeng tentu sinting! Apa kunyukmu yang satu ini sudah kasih tahu padamu agar mencari dukun untuk mengobati otak miringmu?!" Bergetar badan Mahesa Birawa mulai dari ubun-ubun sampai ke ujung jari-jari kaki! "Anjing tua yang tak tahu diri, hari ini terpaksa kau harus pasrahkan nyawa kepadaku!" Mahesa Birawa enjot diri, melompat turun dari kuda. Dalam keadaan tubuh melayang demikian rupa kedua tangannya dipukulkan ke muka. Dua rangkum angin sedahsyat badai menyerbu orang tua yang membungkuk itu. Debu dan pasir mengebubu! Jarot Karsa melengking dan melompat setinggi tiga tombak ke atas. Angin pukulan yang dahsyat lewat di bawah kedua kakinya. Pada detik dia hendak mengirimkan serangan balasan maka berserulah Ranaweleng. "Bapak Jarot minggirlah, biar aku yang hadapi manusia pengacau ini!" "Ah Raden....," kata Jarot Karsa dalam keadaan tubuh masih mengapung di udara. "Biarlah aku yang sudah tua ini kasih pelajaran padanya! Tak usah Raden bersusah payah. Dalam satu dua jurus ini akan kusapu badannya keluar halaman!" Mahesa Birawa kertakkan rahang. Dua tinjunya bergerak susul menyusul. Deru angin yang dahsyat melanda ke arah Jarot Karsa. Si orang tua, yang rupanya ingin menjajaki sampai di mana ketinggian tenaga dalam lawan, balas mengirimkan pukulan tangan kosong. Letusan sedahsyat meriam berdentum ketika dua tenaga dalam itu saling bentrokan di udara. Gendang-gendang telinga seperti menjadi pecah dan pekak. Tubuh Mahesa Birawa kelihatan berdiri gontai beberapa detik lamanya sedangkan Jarot Karsa jatuh duduk di tanah, mandi keringat dingin! Bukan saja Jarot Karsa sendiri, tapi Ranaweleng-pun kagetnya bukan main. Suci yang berdiri di belakang suaminya dan menyaksikan itu menjerit tertahan karena menyangka si orang tua mendapat celaka besar. Ternyata tenaga dalam Mahesa Birawa demikian tingginya, lebih tinggi dari tenaga dalam Jarot Karsa. Tahu kalau tenaga dalam lawan lebih unggul dari dia, Jarot Karsa segera melompat dan menyerang. Kedua tangannya bergerak demikian cepat hampir tak kelihatan, menyapu-nyapu dan sekali-kali menjotos ke muka dengan dahsyatnya. Hampir dua jurus Mahesa Birawa terkurung oleh pukulan-pukulan yang anginnya memerihkan matanya. Mahesa Birawa atau Suranyali mau tak mau mempercepat pula gerakannya. Tubuhnya kini laksana bayang-bayang. Bila satu jurus lagi berlalu, maka Jarot Karsa mulai merasakan tekanan-tekanan serangan yang membuatnya harus berhati-hati. Tiga jurus lagi berlalu. Tubuh kedua manusia itu sudah hampir tak kelihatan karena cepatnya gerakan mereka ditambah lagi dengan debu serta pasir yang menggebubu ke udara menutupi keduanya. Tiba-tiba diiringi dengan lengkingan yang menggetarkan dengan satu gerakan yang sukar ditangkap oleh mata Jarot Karsa, dengan mengandalkan ilmu mengentengi tubuhnya yang lebih tinggi sedikit dari lawan dia menyorongkan siku kirinya ke muka. Tubuh lawan di lihatnya mengelak ke samping dan sekaligus tangannya yang lain memapaki gerakan mengelak dari Mahesa Birawa. "Buk!!" Mahesa Birawa terjajar sampai dua tombak ke belakang. Mulutnya memencong menahan sakit pukulan tangan kanan Jarot Karsa yang bersarang di dada kirinya. 
Cepat-cepat dialirkannya tenaga dalamnya ke bagian yang terkena itu, Jarot Karsa tertawa mengekeh. "Jika kau masih juga belum mau angkat kaki dari sini bersama kunyuk-kunyukmu itu, jangan menyesal kalau mukamu nanti akan benjat benjut macam mangga busuk!" Tampang Mahesa Birawa kelam membesi. Kedua kakinya merenggang. Tangan kiri dipentang lurus-lurus ke muka. Tangan kanan ditarik tinggi-tinggi ke belakang di atas kepala. Pelipisnya bergerak-gerak. Tangan kanan Mahesa Birawa kemudian kelihatan menjadi hijau dan bergeletar. "Bangsat tua bangka!" kertak Mahesa Birawa, "lihat tangan kananku. Kenalkah kau akan pukulan yang akan kulepaskan ini....!" Jarot Karsa kerutkan kening. Matanya memandang lekat-lekat ke tangan kanan Mahesa Birawa yang semakin lama semakin bertambah hijau itu. Meski dia sudah hidup hampir tujuh puluh tahun, meski pengalamannya di dunia persilatan setinggi langit sedalam lautan namun kali ini mau tak mau tergetar juga hatinya meliahat tangan kanan lawan itu, ditambah lagi dia sama sekali tidak tahu ilmu pukulan apakah yang akan dilancarkan oleh lawannya! Akan tetapi Ranaweleng, begitu melihat tangan Mahesa Birawa yang menjadi hijau itu, kagetnya bukan main. Dengan cepat dia memberikan kisikan pada Jarot Karsa dengan mempergunakan ilmu "menyusupkan suara." "Bapak Jarot, hati-hati. Pukulan yang hjendak dilepaskan itu adalah pukulan uKelabang Hijau - Hebatnya bukan main dan sangat beracun....!" Jarot Karsa menindih rasa terkejutnya. "Pukulan Kelabang Hijau....," keluhnya dalam hati. Hampir-hampir tak dapat dipercayanya kalau tidak menyaksikan sendiri. Dia tahu betul bahwa di dunia persilatan hanya ada satu manusia yang memiliki ilmu pukulan yang dahsyat ini yaitu seorang Resi bernama Tapak Gajah yang diam di lereng Gunung Lawu. Tapi kini muncul seorang lain yang memiliki ilmu pukulan itu. Apakah Mahesa Birawa ini muridnya Tapak Gajah? Kerut-kerut pada kening Jarot Karsa mengendur sedikit. Dicobanya menunjukkan mimik mengejek. "Hanya pukulan Kelabang Hijau, apakah perlu ditakutkan....!" kata seorang tua bungkuk itu. Diam-diam Mahesa Birawa menjadi kaget melihat bahwa lawan mengetahui ilmu pukulan yang hendak dilepaskannya. Cepat dia membentak. "Kalau sudah tahu mengapa tidak segera berlutut, anjing tua?!" "Hanya monyet edan yang akan berlutut di hadapanmu Mahesa Birawa. Terimalah ini....!" dan tangan Jarot Karsa mendahului melepaskan pukulan tangan kosong yang dahsyat. Setengah tombak lagi angin pukulan yang menghembuskan maut itu melanda tubuh dan kepala Mahesa Birawa maka kelihatanlah laki-laki ini meninjukan tangan kanannya ke muka! Setiup angin laksana topan prahara dan mengeluarkan sinar hijau melesat ke muka. Angin pukulan Jarot Karsa terdorong dan balik menyerang orang tua itu sendiri! Jarot Karsa melompat ke samping. Tapi tak keburu. Sinar hijau pukulan Kelabang Hijau telah melanda pinggangnya. Suci menjerit dan menutup mukanya dangan kedua tangan. Orang tua itu berteriak setinggi langit. Tubuhnya terguling di tanah. Kulitnya kelihatan hijau. Dia mengerang dan menggelepar-gelepar seketika, kemudian nafasnya lepas, maka tubuhnya melingkar tanpa nyawa! "Manusia biadab!" bentak Ranaweleng. "Orangku tiada permusuhan dengan kau. Mengapa kau bunuh dia?!" Mahesa Birawa atau Suranyali tertawa mengekeh. "Sebentar lagi kau juga akan mampus Ranaweleng! Tapi aku masih berbaik hati untuk membiarkan kau angkat kaki dari sini. Kalau kau masih keras kepala ketahuilah bahwa ajal sudah di depan mata!" dan Mahesa Birawa tertawa lagi macam tadi. "Hari ini aku mengadu nyawa dengan kau manusia iblis!" teriak Ranaweleng. Maka menerjanglah Kepala Kampung Jatiwalu itu. 
EMPAT 
"Manusia keparat yang tidak tahu diri, hari ini terimalah mampus di tanganku!" bentak Mahesa Birawa seraya angkat lengan kirinya untuk menangkis pukulan lawan. Dua lengan beradu dengan keras, Ranaweleng terpelanting ke belakang sedang Mahesa Birawa hanya terjajar beberapa langkah saja. Lengan Ranaweleng yang beradu dengan lengan Mahesa Birawa kelihatan kemerahan dan perih. Laki-laki ini menggigit bibirnya menahan sakit. Dia maklum bahwa tenaga dalamnnya lebih rendah dari lawan. Karena itu dengan mempergunakan ilmu meringankan tubuhnya yang sudah sampai ke puncaknya, Ranaweleng tidak lebih digdaya dari Jarot Karsa. Sementara itu di langkan rumah terdengar jeritan-jeritan Suci pada kedua orang yang berkelahi itu. "Suranyali! Kakang Rana! Hentikanlah perkelahian ini! Hentikanlah!" Suci tidak pernah tahu kalau Suranyali telah berganti nama menjadi Mahesa Birawa. Dan dia berteriak lagi, "Kalian berdua tidak mempunyai permusuhan mengapa musti berkelahi?!" "Suci masuklah ke dalam!" sahut Ranaweleng kepada isterinya. Saat itu dia harus jungkir balik di udara mengelakkan pukulan lawannya. Di pihak Mahesa Birawa sudah barang tentu tiada niat sama sekali untuk menghentikan perkelahian. Bahkan teriakan-teriakan Suci tadi mendorongnya untuk lebih cepat menamatkan riwayat Ranaweleng! Dalam sekejapan saja kedua orang itu telah bertempur delapan jurus dan kelihatanlah dengan nyata betapa Ranaweleng terdesak dengan hebat. Pukulan-pukulan tangan kosong lawan mengurungnya dari berbagai jurusan. Dengan membentak keras serta mempercepat gerakannya dan mengandalkan ilmu mengentengi tubuh, Ranaweleng berusaha keluar dari kurungan pukulan lawan. Namun percuma saja. Tubuh Mahesa Birawa laksana bayang-bayang. Bergerak cepat sekali. Dan pada jurus ke sepuluh satu hantaman sikut kiri yang keras sekali menyambar rusuk kanan Ranaweleng. Ranaweleng merintih tertahan. Mukanya kelihatan pucat kebiruan. Dia tahu, sekurang-kurangnya dua dari tulang iganya telah patah dan tubuhnya di bagian dalam terluka hebat! Untuk beberapa lama dia berdiri limbung dengan pemandangan mata berkunang-kunang. "Ha.... ha....," tertawa Mahesa Birawa. "Sebentar lagi Ranaweleng, sebentar lagi ajalmu akan sampai. Lebih bagus cepat-cepat kau minta tobat pada Tuhanmu sebelum mampus!" Mulut Ranaweleng komat kamit. Rahang-rahangnya menggembung. Kedua tangannya terpentang ke muka. Dia siap-siap untuk melancarkan pukulan tangan kosong yang dahsyat. Di lain pihak Mahesa Birawa berdiri laksana tugu. Kedua kakinya tenggelam satu senti ke dalam tanah. Tenaga dalamnya dialirkan ke segenap bagian tubuh untuk menghadapi serangan lawan. Tiba-tiba jeritan sedahsyat angin punting beliung keluar dari mulut Ranaweleng. Kedua tangannya bergerak susul menyusul dan gelombang Angin Panas menderu ke arah Mahesa Birawa. Yang di serang membentak dahsyat dan lompat tiga tombak ke udara. Begitu angin panas menggebubu di bawah kakinya, membakar hangus pohon-pohon di belakangnya, maka Mahesa Birawa segera menukik ke bawah laksana seekor elang. Pukulan Angin Panas yang dilakukan oleh Ranaweleng membutuhkan pemusatan tenaga dan pikiran yang besar. 
Beberapa detik sesudah dia melancarkan pukulan tersebut, keadaan dirinya masih terbungkus oleh pemusatan pikiran itu sehingga pada saat lawannya menukik dari atas dia terlambat meneyingkir. Untuk kedua kalinya Ranaweleng harus menerima hantaman lawan. Kali ini badannya hampir terjungkal ke tanah. Masih untung dia sempat menggulingkan diri kalau tidak pastilah tendangan kaki kanan Mahesa Birawa yang mengarah bawah perutnya menamatkan riwayatnya! Begitu bangun, karena tahu bahwa dia tak akan sanggup menghadapi lawan dengan tangan kosong maka Ranaweleng segera cabut keris eluk tujuh dari balik pinggangnya! Tapi betapa terkejutnya Ranaweleng ketika melihat ke muka. Mahesa Birawa berdiri dengan kedua kaki terpentang. Tangan kiri lurus-lurus ke muka, tangan kanan diangkat tingitinggi di belakang kepala dan tangan itu sudah menjadi hijau oleh racun ilmu pukulan Kelabang Hijau! Suci yang telah melihat kedahsyatan pukulan Kelabang Hijau itu menjerti keras. "Sura!! Jangan....! Hentikan perkelahian ini!" Suranyali alias Mahesa Birawa sunggingkan senyum berbau maut. "Jika kau punya sepuluh senjata, keluarkanlah sekaligus Ranaweleng!" katanya mengejek. Hati Ranaweleng tergetar hebat. Keringat dingin mebasahi badannya. Seperti halnya dengan Jarot Karsa dia tak akan sanggup menghadapi kedahsyatan pukulan Kelabang Hijau tersebut. Tapi untuk lari menyelamatkan diri, sebagai seorang laki-laki, sebagai seorang yang berjiwa ksatria, tiada ada dalam kamus hidup Ranaweleng. Lebih baik mati berkalang tanah dari pada hidup sebagai pengecut! Lagi pula dia sudah tahu benar bahwa lawan betul-betul menginginkan nyawanya. Karena itu Ranaweleng ambil keputusan untuk mendahului menyerang. Dengan keris sakti di tangan, Ranaweleng menerjang ke muka. Namun tetap sia-sia saja. Pada detik tubuhnya baru dalam setengah lompatan, tangan kanan Mahesa Birawa telah memukul ke depan! Suci menjerit. Tubuh Ranaweleng mencelat mental dan jatuh di tanah tanpa nyawa. Sekujur kulit tubuhnya bahkan sampai-sampai kepada keris sakti yang saat itu masih tergenggam di tangannya menjadi hijau oleh racun ilmu pukulan Kelabang Hijau! Suci pun menjerit lagi lalu lari menubruk suaminya. Tapi Mahesa Birawa cepat meloncat ke muka dan mencekal perempuan itu. Kalau sampai Suci menyentuh tubuh suaminya yang mati hijau itu maka dalam sekejapan racun yang menyerap di tubuh Ranaweleng akan mengalir ke tubuh Suci dan pastilah perempuan ini akan meregang nyawa pula! "Lepaskan aku! Lepaskan aku manusia terkutuk! Biadab!!" pekik Suci. "Sedikit saja kau menyentuh tubuh laki-laki itu kau akan keracunan Suci....!" "Aku tidak takut! Aku juga ingin mati!" "Kau masih terlalu muda untuk mati....!" Dan dengan sekali gerakkan tangannya, maka Mahesa Birawa segera membopong Suci di bahunya. Karena perempuan itu masih meronta-ronta dan menjerit-jerit serta memukuli punggungnya, maka Mahesa Birawa segera menotok urat darah besar di pangkal leher Suci sehingga perempuan itu menjadi kejang kaku kini. Sambil melangkah ke kudanya Mahesa Birawa memerintah kepada ketiga orang anak buahnya. "Bakar rumah keparat itu!" Kalingundil dan Krocoweti serta Majineng segera laksanakan perintah itu. Dalam sekejapan mata maka tengelamlah rumah besar Kepala Kampung Jatiwalu itu dalam kobaran api. Senyum puas membayang di muka Mahesa Birawa. Bila sebagian dari rumah itu sudah musnah di makan api, maka bersama anak buahnya segera ditinggalkannya tempat itu. Jeritan bayi yang baru berumur beberapa bulan terdengar melengking-lengking di antara kobaran lidah-lidah api yang membakar rumah. "Bayi itu! Bayi itu....!" teriak salah seorang di antara orang banyak yang berkerubung di halaman rumah Kepala Kampung. "Oroknya Raden Rana....! Aduh, kasihan!" "Kalau tidak lekas ditolong pasti mati!" Tapi semua orang di situ hanya bisa berteriak dan berteriak. Mana mereka berani menghambur menyelamakan bayi itu. Dan suara tangisan bayi semakin lama semakin kecil serta parau sementara nyala api mulai membakar tempat tidur di mana bayi itu terbaring! Pada saat suara tangisan bayi yang menyayat hati itu hampir tidak lagi kedengaran, pada saat orang banyak sudah tak tahu lagi apa yang mesti mereka perbuat untuk menyelamatkan itu orok, maka pada saat itu pula, entah dari mana datangnya kelihatan sesosok bayangan berkelebat dan lenyap masuk ke dalam kobaran api. Sesaat kemudian sosok tubuh itu keluar lagi dan melesat ke halaman lalu lenyap di jurusan timur. Demikian cepat dan sebatnya sosok tubuh itu bergerak sehingga tidak satu orangpun yang dapat melihat siapa adanya manusia tersebut ataukah betul bisa memastikan bahwa sosok tubuh itu adalah sesungguhnya manusia, bukan setan atau dedemit! Jangankan untuk melihat wajahnya, untuk memastikan sosok tubuh itu laki-laki atau perempuan juga tak satu orangpun yang bisa! Begitu cepat dia datang, begitu cepat dia lenyap! Hanya warna pakaian yang hitam saja yang bisa dilihat mata orang banyak saat itu. Dan hanya beberapa detik saja sesudah sosok tubuh itu lenyap maka rumah Ranaweleng yang terbakar itu runtuh ambruk dan lidah api mengelombang tinggi ke udara! Siapapun adanya sosok tubuh itu, entah dia manusia atau bukan, entah laki-laki atau perempuan, tapi yang pasti dan semua orang yang ada di situ tahu, bahwa sosok tubuh itu telah menyelamatkan bayi Ranaweleng dan melarikannya ke arah timur! Ketika Mahesa Birawa membuka pintu kamar dan membaringkan Suci di atas tempat tidur dan secara tak sengaja memandang ke dinding, maka meluncurlah seruan tertahan dari mulut laki-laki ini! 
Pada dinding papan kayu jati yang keras itu tertulis rangkaian kalimat yang berbunyi: APA YANG KAU LAKUKAN HARI INI AKAN KAU TERIMA BALASANNYA PADA TUJUH BELAS TAHUN MENDATANG! Tiada tertera nama dari siapa yang menulis tulisan pada dinding itu. Tulisan itu dibuat dengan sangat cepat. Dan Mahesa Birawa tahu, kalau bukan manusia yang mempunyai tenaga dalam luar biasa dahsyatna pastilah tak akan sanggup membuat tulisan semacam itu pada dinding kayu jati yang keras, karena tulisan itu dibuat dengan mempergunakan ujung jari! Adalah hampir tak dapat dipercaya bila di puncak Gunung Gede yang semustinya sepi tiada bermanusia, pada siang hari yang panas terik itu terdengar suara lengkingan tawa manusia! Sekali-sekali lengkingan itu hilang, berganti dengan suara yang membentak yang kadang-kadang dibarengi oleh suara gelak membahak lain! Jelas bahwa ada dua manusia di puncak Gunung Gede saat itu! Dan keduanya kelihatan tengah bertempur dengan segala kehebatan yang ada. Bertempur sambil tertawa-tawa! Siapakah mereka ini?! Yang berbadan tinggi langsing dan mengenakan pakaian serta kain hitam adalah seorang nenek-nenek berkulit sangat hitam berkeringat-kerinyut. Kulit yang hitam berkerinyut ini tak lebih hanya merupakan kulit tipis pembalut tulang saja! Mukanya cekung dan kecekungan ini merambas ke matanya sehingga matanya ini kelihatan demikian menyeramkan. Berlainan dengan kulit serta pakaiannya yang seba hitam itu maka rambut di kepalanya serta alis matanya berwarna sangat putih. Dan rambut yang putih itu tumbuh sangat jarang di atas batok kepalanya yang hampir membotak licin berkilat. Namun lucunya pada kepala yang berambut jarang ini, nenek-nenek itu memakai lima tusuk kundai. Dan anehnya kelima tusuk itu tidaklah tersisip disela-sela rambut yang putih karena memang tidak mungkin untuk menyisip di rambut yang jarang itu. Kelima tusuk kundai itu menancap langsung ke kulit kepala nenek-nenek itu! Siapakah nenek-nenek ini? Dialah yang bernama Eyang Sinto Gendeng, seorang perempuan sakti yang telah mengundurkan diri sejak dua puluh tahun yang lalu dari dunia persilatan. Selama malang melintang dalam dunia persilatan itu, sepuluh tahun terakhir Sinto Gendeng telah merajai dunia persilatan di daerah Barat Jawa bahkan sampai-sampai ke Jawa Tengah. Selama itu pula dia telah menyapu dan membasmi habis segala manusia jahat. Terhadap manusia-manusia jahat, hanya ada satu kesimpulan bagi Sinto Gendeng untuk dilakukan yaitu membunuhnya! Tidak heran kalau namanya menjadi harum. 
Nama asli dari perempuan ini adalah Sinto Weni. Namun karena sikap dan tingkah lakunya yang lucu serta aneh-aneh bahkan seringkali seperti orang yang kurang ingatan maka lambat laun dunia persilatan menganugerahkan nama baru padanya yaitu Sinto Gendeng! Atau Sinto Gila! Siapa pula orang kedua yang berada di puncak Gunung Gede itu dan yang saat itu bertempur menghadapi Sinto Gendeng? Dia seorang pemuda belia remaja yang baru memasuki usia tujuh belas tahun. Tubuhnya tegap, tampangnya gagah dan kulitnya bersih kuning, hampir seperti kulit perempuan. Rambutnya gondrong sebahu dan agak acak-acakan sehingga tampangnya yang keren itu seperti paras kanak-kanak. Sebenarnya kedua orang itu sama sekali bukan tengah bertempur karena pemuda tujuh belas tahun tersebut adalah murid Eyang Sinto Gendeng sendiri! Bagaimana sikap tingkah laku gurunya, demikian pula sikap sang murid. Tertawa-tawa dan menjerit-jerit serta cengar cengir! Meski keduanya tengah melatih ilmu kepandaian, namun setiap jurus-jurus serta serangan-serangan yang mereka lancarkan adalah benar-benar serangan yang berbahaya sehingga bila tidak hati-hati dapat mencelakai diri! Debu dan pasir beterbangan. Daun-daun pohon berguguran, semak belukar tersapu kian kemari oleh angin pukulan dan gerakan tubuh kedua orang itu yang laksana bayang-bayang! Di tangan kanan Sinto Gendeng ada sebatnag ranting kering sedang muridnya memegang sebilah keris bereluk tujuh. "Ayo Wiro! Serang aku dengan jurus 'orang gila mengebut lalat'! Serang cepat, kalau tidak aku kentuti kau punya muka!" Wiro Saksana sang murid tertawa membahak dan menggaruk-garuk kepalanya sehingga rambutnya yang gondrong semakin awut-awutan. Tiba-tiba suara tawa membahak itu menjadi keras dan menggetarkan tanah, menggugurkan daun-daun pepohonan! "Ciaaat....!!" Bentakan setinggi jagat keluar dari mulut Wiro Saksana. Tubuhnya lenyap. Keris yang di tangan kanannya menyapu kian kemari dalam kecepatan yang sukar ditangkap oleh mata. Inilah yang disebut jurus: orang gila mengebut lalat. Dan memang gerakan menyapu-nyapu dengan keris itu meskipun luar biasa cepatnya namun kelihatan seperti tak teratur tak menentu. Tubuh Wiro Saksana hoyong sana hoyong sini. Namun serangan itu telah mengurung si nenek sakti Eyang Sinto Gendeng! Tapi si perempuan tua masih juga mengikik-ngikik. Masih juga petatang petiting sambil memainkan ranting kering yang di tangannya. Jika saja yang dihadapi oleh Wiro Saksana saat itu bukannya gurunya sendiri, bukan seorang sakti macam Sinto Gendeng, tapi seorang lain pastilah tubuhnya akan terkutung-kutung atau sekurang-kurangnya terbabat, tercincang oleh mata keris yang menyapu-nyapu laksana badai itu! Sinto Gendeng mengikik. "Geblek kau Wiro! Masih kurang cepat, masih kurang cepat!" kata Sinto Gendeng. Sang murid memaki dalam hati. "Eeeee.... kau memaki ya?!" hardik Sinto Gendeng. "Lihat ranting!" teriak perempuan tua itu. Tubuh Sinto Gendeng berkelebat. Tangan kanannya yang memegang ranting bergerak. "Awas ketek kananmu, Wiro!" (ketek=ketiak). Meskipun sudah diperingatkan, meskipun sudah mengelak dengan kecepatan yang luar biasa namun tetap saja ujung ranting itu lebih cepat datangnya ke ketiak kanan Wiro Saksana. "Breeett!!" Baju putih Wiro Saksana robek besar di bagian ketiak sebelah kanan! "Buset....! Untung cuma ketekku!" seru pemuda itu. 
Dengan kertakkan geraham dia menerjang ke muka. "Eyang," katanya, "terima jurus u kunyuk melempar buah u ini!" (kunyuk = monyet). "Ah hanya jurus geblek begitu siapa yang takut?!" menyahuti sang guru. Wiro Saksana meninjukan tangan kanannya ke muka. Pada saat tangannya perpentang lurus maka jari-jari tangannya membuka dan setiup gumpalan angin keras laksana batu besar melesat ke arah tenggorokan Eyang Sinto Gendeng! Nenek-nenek itu tertawa cekikikan. Dia meludah. Meski Cuma ludah dan disemburkan secara acuh tak acuh tapi karena diisi dengan tenaga dalam, ludah itu berbahaya sekali bagi pembuluh-pembuluh kulit dan mata. Wiro Saksana berkelit ke samping. Sambil berkelit dilambaikannya tangan kirinya untuk menambah perbawa dorongan pukulan tangan kosongnya tadi yaitu u kunyuk melempar buah u yang agak menyendat sedikit akibat dipapaki oleh semburan ludah Sinto Gendeng. Melihat serangan lawan masih terus mengganas ke batang tenggorokannya, kembali Sinto Gendeng tertawa. Memang manusia satu ini aneh sekali sifatnya. Bahkan setiap jurus-jurus ilmu yang diciptakannya diberinya dengan nama-nama aneh dan lucu. Tak salah kalau banyak orang-orang dalam dunia persilatan menukar namanya menjadi Sinto Gendeng! Suara tertawa nenek-nenek itu lenyap, berganti dengan satu lengkingan nyaring yang menusuk gendang-gendang telinga. Tubuhnya kelihatan jungkir balik dan melesat seperti terbang ke sebuah cabang pohon jambu klutuk! Sekaligus Sinto Gendeng telah mengelakkan gumpalan angin keras "kunyuk melempar buah." Angin keras ini menghajar batang pohon di seberang sana dan batang pohon itu patah lalu tumbang ke tanah! Terdengar lagi suara tawa mengikik. Gemas sekali Wiro Saksana memandang ke atas. Dilihatnya gurunya duduk enak-enakan di cabang pohon jambu klutuk sambil menggerogoti buah jambu itu! "Gendeng betul....!" gerutu Wiro kesal karena serangannya hanya mengenai pohon. "Memang namaku Sinto Gendeng!" kata sang guru pula. Kemudian tanyanya, "Kau mau jambu, Wiro?!" Dan sebelum Wiro Saksana sempat menyahuti maka gurunya telah menyemburkan biji-biji jambu klutuk itu ke arahnya. Dua puluh satu butir biji jambu klutuk menyerang hampir ke seluruh jalan darah di tubuh Wiro Saksana! "Ah, cuma bijinya siapa yang sudi!," jawab Wiro Saksana. Dia menghembus ke udara dan melambai-lambaikan kedua tangannya. Dua puluh satu butir biji jambu klutuk itu berguguran ke tanah bahkan tujuh butir di antaranya berbalik menyerang Sinto Gendeng. Tapi dengan goyangkan sedikit saja kaki kanannya, maka nenek-nenek sakti itu membuat ketujuh biji jambu klutuk itu bermentalan! "Kalau tak sudi biji jambu, terimalah ranting kering ini!" kata Sinto Gendeng. Dan ranting kering yang di tangan kirinya dilemparkannya ke bawah, mendesing laksana anak panah mengarah batok kepala muridnya! Memang Sinto Gendeng benar-benar seorang perempuan tua yang aneh. Dalam melatih muridnya setiap serangan yang dilancarkannya benar-benar merupakan serangan yang mematikan atau sekurang-kurangnya bisa menimbulkan celaka hebat bila sang murid tidak berhati-hati. Setiap jurus ilmu silat yang diciptakannyapun aneh-aneh namanya. Melihat serangan ranting kering ini Wiro ganda tertawa. Sekali dia gerakkan tangan kanan yang memegang keris maka ranting kering itu belah dua tepat di pertengahannya dan jatuh ke tanah. "Sebaiknya turun saja dari pohon eyang" kata Wiro Saksana. "Kalau tidak...." "Kalau tidak kenapa?" memotong Eyang Sinto Gendeng. "Sambut keris ini, Eyang....! Sambut dengan jidatmu biar konyol!" Habis berkata begitu Wiro Saksana tertawa mengakak dan melemparkan keris eluk tujuh yang di tangan kanannya. Senjata itu melesat hampir tidak kelihatan karena cepatnya. Namun empat detik kemudian terdengarlah suara cekikikan Eyang Sinto Gendeng. Dan ketika Wiro mendongak ke atas dilihatnya keris yang dilemparkannya tadi berada dalam jepitan telunjuk dan jari tengah kanan gurunya. Wiro Saksana menggerendeng. Tiba-tiba. "Ini balasan kehormatan untuk keris bututmu, Wiro!" Sinto Gendeng cabut dua tusuk kundainya dari batok kepalanya yang berambut putih dan jarang itu. Dibarengi dengan angin lemparan yang bukan olah-olah dahsyatnya maka menyambarlah dua tusuk kundai itu ke arah Wiro Saksana. Yang satu menyerang kepala, yang lain menyerang perut! Wiro Saksana yang tahu kehebatan tusuk kundai itu tak mau memapaki senjata tersebut dengan mengandalkan lambaian tangan yang mengandung tenaga dalam. 
Didahului dengan bentakan nyaring maka pemuda ini menjejek bumi dan melintangkan badannya ke udara. Tusuk-tusuk kundai itu lewat di kiri kanannya, terus amblas ke dalam tanah! Eyang Sinto Gendeng tertawa gelak-gelak. "Bagus...., bagus kau tidak menangkis seranganku dengan hantaman tenaga dalam! Tak satu tenaga dalam yang bagaimana hebatnyapun yang sanggup memapaki tusuk kundai itu Wiro! Eeee.... aku haus! Hik.... ambilkan air buatku Wiro! Cepat!" "Kalau haus jilat saja air keringat!" kata murid yang lucu dan seperti kurang ingatan pula macam gurunya. Dan dasar Eyang Sinto Gendeng manusia aneh, dia sama sekali tidak marah mendengar gurau yang keliwatan dari muridnya itu, melainkan tertawa mengakak. Tiba-tiba tawanya lenyap. "Air, Wiro! Lekas!" bentak perempuan itu. Sang murid berlalu juga dari tempat itu. Melangkah ke sebuah pondok kecil. Di bagian belakang pondok ini ada sebuha gentong berisi air putih dingin. Wiro mengambilnya segayung. Ketika dia melangkah kembali ke tempat tadi untuk memberikan air itu kepada gurunya maka didengarnya suara Eyang Sinto Gendeng menyanyi. Suaranya sama sekali tidak merdu. Namun kata-kata yang terjalin dalam nyanyian itu membuat Wiro Saksana menjadi heran dan bertanya-tanya dalam hati Pitulas taun wus katilar, Pucuking Gunung Gede isih panggah kaya biyen mulo, Langit isih tetep biru, Wulan lan suryo isih tetep mandeng lan kangen, Pitulas taun agawe kang tua tambah tua. Pitulas taun ndadekake bayi abang dadi pemuda kang gagah, Pitulas taun wektu perjanjian, Pitulas taun wiwitane perpisahan, Pitulas taun wekdaling pamales.... Artinya: (Tujuh belas tahun telah berlalu. Puncak Gunung Gede masih tetap seperti dulu, Langit masih tetap biru, Bulan dan matahari masih berpandangan jauh dan rindu. Tujuh belas tahun membuat si tua tambah tua, Tujuh belas tahun membuat seorang orok menjadi pemuda gagah, Tujuh belas tahun masa perjanjian, Tujuh belas tahun ujung perpisahan, Tujuh belas tahun saat pembalasan).